Dua kelompok mahasiswa, Rabu (26/5) menggelar unjuk rasa di dua lokasi berbeda, yaitu Mapolda Aceh dan Bundaran Simpang Lima Banda Aceh. Kedua kelompok mahasiswa tersebut mengusung sejumlah isu di antaranya desakan agar polisi mengusut tuntas kasus illegal logging di Simeulue termasuk upaya pembungkaman pers.
Aksi pertama berlangsung sekitar pukul 14.00 WIB melibatkan puluhan mahasiswa asal Simeulue. Mereka melancarkan demo ke halaman Mapolda Aceh, kawasan Jeulingke, Banda Aceh. Mahasiswa Simeulue mendesak Kapolda Aceh mengusut tuntas praktik illegal logging dan sejumlah kasus lain yang terjadi di wilayah kepulauan tersebut. Mereka mengusung sejumlah poster dan spanduk kecaman terhadap pelaku illegal logging di Simeulue. Di antara poster dan spanduk itu bertuliskan, “Bebaskan Simeulue dari praktik illegal logging dan mafia hukum, serta hentikan kekerasan terhadap insan pers.”
Menurut para mahasiswa, banyak permasalahan terjadi di Simeulue tapi kurang mendapat respons dan pemberitaan media. Yang sering terangkat ke permukaan hanya klaim keberhasilan. Koordinator Aksi, Rahmat Ardiansyah menyebutkan, mahasiswa Simeulue mendesak Kapolda Aceh berkunjung langsung ke Simeulue untuk mengetahui kondisi sebenarnya di lapangan, terutama tentang maraknya aksi illegal logging. “Pelaku illegal logging yang bermain di Simeulue adalah pihak-pihak yang punya power. Bahkan ada keterlibatan oknum penegak hukum yang seharusnya menjadi panutan bagi semua pihak,” ungkap Rahmat.
Ketika berada di Mapolda, mahasiswa Simeulue diterima oleh salah seorang perwakilan Polda yaitu AKBP Hariadi. Hariadi menyebutkan, Polda Aceh sangat peduli terhadap permasalahan illegal logging. Bahkan pemberantasan aksi tersebut menjadi komitmen pihak Polri. “Aspirasi adik-adik mahasiswa akan kami teruskan kepada Pak Kapolda,” kata Hariadi. Setelah mendengar penjelasan dan tanggapan pihak Polda, mahasiswa membubarkan diri dan kembali ke Darussalam.
Aksi MPK
Aksi demo juga terjadi di Bundaran Simpang Lima Banda Aceh sekitar pukul 17.30 WIB, kemarin. Aksi di Simpang Lima melibatkan Mahasiswa Peduli Keadilan (MPK) yang menyoroti tindak kekerasan terhadap wartawan yang terindikasi sebagai upaya pembungkaman pers, sebagaimana terjadi di Simuelue.
Koordinator Aksi dari MPK, Maulana Ridha menyebutkan, mereka mendesak agar pelaku kekerasan terhadap wartawan yang terjadi di Simeuelue diproses tuntas. “Pers adalah jembatan yang menghubungkan antar-wilayah. Dengan pers juga kita dapat melihat dunia luar. Maka berlangsungnya kerja jurnalistik yang bebas adalah keharusan dalam iklim negara demokrasi,” demikian antara lain pernyataan MPK sebagaimana dibacakan Maulana.
Ditarik ke Banda Aceh
Wartawan Harian Aceh di Simeulue, Ahmadi yang menjadi korban penganiayaan oknum perwira TNI beberapa hari lalu, untuk sementara ditarik ke Banda Aceh guna memulihkan kondisi psikis yang dialaminya. “Ahmadi kami tempatkan dulu di redaksi selama proses pemulihan trauma, sekaligus untuk memudahkan bila sewaktu-waktu Ahmadi dimintai keterangan oleh penyidik dari POM Kodam IM,” kata Pemred Harian Aceh, Ariadi B Jangka kepada Serambi saat menjemput Ahmadi di Bandara Polonia, Medan, Rabu (26/5).
Ariadi menjelaskan, untuk mendampingi Ahmadi dalam proses hukum kasus tersebut, pihaknya sudah menyerahkan kepada LBH Pers Jakarta. “Dalam pengusutan kasus ini, kami juga mempercayakan sepenuhnya kepada Pomdam IM,” kata Ariadi. Menurut Ariadi, pihak Pomdam IM sudah mengumpulkan bukti-bukti penganiayaan dari lokasi kejadian dan memeriksa para saksi. “Ini sesuai pernyataan Kasdam IM dan Komandan Pomdam IM kepada kami selaku pihak korban,” demikian Ariadi.
sumber : GSF Online
0 komentar:
Post a Comment
Setiap komentar anda sangat berarti untuk de'o (baca: saya)kritik dan saran ditunggu ya..
Reaksi anda terhadap artikel de'o jangan lupa ya